Archive for May, 2012

Lagu Tubagus Rangga Efarasti – Hari Berangkat Dewasahanyalah untuk media promosi, jadi silahkan beli lagu aslinya di langitmusik.com/musiklegal.com dan beli CD aslinya di CD Store terdekat di kota Anda untuk menghargai karyanya.

 

Info
Nama Penyanyi: Tubagus Rangga Efarasti

Judul Lagu: Hari Berangkat Dewasa

Album: Tamasya Cinta

Label: Tamasya Musafir Kata

Genre: Hip Hop

Tahun: 2012

 

 

 

 

Sebuah Musikalisasi Puisi Sederhana:

Tubagus Rangga Efarasti

Hari Berangkat Dewasa

Karya: Moh. Wan Anwar

lihatlah hari berangkat dewasa

matahari mengajari kita agar tak berdusta

membagikan kasih sayangnya kepada setiap cinta

lihatlah jiwa kita yang terengah-engah

mendaki seluruh perjalanan. Menatap pada

kehidupan yang buram dan menyakitkan

“Peristiwa-peristiwa siang ini bukanlah

mimpi!” seru seseorang di pinggir jalan

tapi perjalanan ini penuh dengan borok

dan luka. Kulit tubuh kian melepuh

dan kita menjadi kelu bila bicara

kota menjadi pucat. Gedung-gedung membisu

kita membutuhkan bara untuk membakar

tubuh-tubuh yang terlanjur terbaring kaku

Bandung, 1993

 

 

Puisi ini terhimpun dalam kumpulan puisi pilihan 2001-1991 “Sebelum Senja Selesai” karya Moh. Wan Anwar. Musikalisasi puisi ini aku persembahkan khususnya teruntuk Alm.Moh. Wan Anwar (Penyair Banten) yang lahir di Cianjur tahun 1970 dan wafat 23 Nopember 2009. Semoga Almarhum berada dalam kasih sayang Allah SWT dan karya-karyanya menjadi amal ibadah serta menginspirasi sepanjang masa. Amin…

 

Untuk rekan-rekan di Rumah Dunia, khususnya Guru Besar TRE (Mas Gol A Gong, Mbak dan Mas Toto ST Radik). Untuk Tamta, Tamtor yang ada di Tamasya Musafir Kata. Untuk komunitas Hip Hop seluruh Indonesia, khususnya Guru Besar TRE (8Ball dan KnEight se-Indonesia). Serta untuk rekan-rekan penulis di mana pun berada, para insan pembelajar yang luar biasa. Semoga musikalisasi puisi ini dapat dinikmati, bermanfaat dan menginspirasi. Amin…

 

Untuk menikmati MP3 (3.24 MB) musikalisasi puisi ini bisa rekan-rekan download pada link di bawah ini: Tubagus Rangga Efarasti – Hari Berangkat Dewasa.Mp3 atau http://www.mediafire.com/download.php?97fq80512iajh3m

 

Bagi rekan-rekan Blogger yang berminat untuk bergabung di Tamasya Musafir Kata, silakan klik link Fanspage Tammasya Musafir Kata dan Grup Facebook Tamasya Musafir Kata. Mari kita berbagi kebaikan dan kedamaian bersama… *^_^*

 

Salam SGB dan tengat berkarya

Tamasya Musafir Kata

***

1.      Pantang menyerah

Setan tidak akan pernah menyerah selama keinginannya untuk menggoda manusia belum tercapai. Sedangkan manusia banyak yang mudah menyerah dan malah sering mengeluh.

2.      Selalu Berusaha

Setan akan mencari cara apapun untuk menggoda manusia dan agar tujuannya tercapai, selalu kreatif dan penuh ide. Sedangkan manusia ingin enaknya saja, banyak yang malas.

3.      Konsisten

Setan dari mulai diciptakan tetap konsisten pada pekerjaannya, tak pernah mengeluh dan berputus asa. Sedangkan manusia banyak yang mengeluhkan pekerjaannya, padahal banyak manusia lain yang masih menganggur.

4.      Solider

Sesama setan tidak pernah saling menyakiti, bahkan selalu bekerjasama untuk menggoda manusia. Sedangkan manusia, jangankan peduli terhadap sesama, kebanyakan malah saling bunuh dan menyakiti.

5.      Jenius

Setan itu paling pintar mencari cara agar manusia tergoda. Sedangkan manusia banyak yang tidak kreatif, bahkan banyak yang jadi peniru dan plagiat.

6.      Tanpa Pamrih

Setan itu bekerja 24 Jam tanpa mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan manusia, apapun harus dibayar.

7.      Suka Berteman

Setan adalah makhluk yang selalu ingin berteman, berteman agar banyak temannya di neraka kelak. Sedangkan manusia banyak yang lebih memilih mementingkan diri sendiri dan egois.

 

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Suatu hari saya hadir dalam sebuah forum diskusi yang kebetulan pada waktu itu yang memberikan materi adalah DR. Adian Husaini, tentang Bahayanya Islam Liberal. Pada sesi tanya jawab ada seorang dosen Universitas Islam Negeri yang bertanya, yang intinya adalah beliau menyalahkan filsafat karena telah banyak mempengaruhi para mahasiswa untuk berpikir liberal dan telah membuat mahasiswa sampai meninggalkan kewajibannya menyelesaikan akademik. Dan beliau mempertanyakan kenapa Filsafat harus diajarkan di perguruan tinggi?

“Bagaimana tidak diajarkan, rektornya saja orang Filsafat.” Tukas beliau.

Saya maklumi beliau berpendapat demikian karena mungkin sudah gerah dan jengkel dengan maraknya pemikiran liberal yang sudah menjamur di perguruan tinggi. Tapi saya tidak sepakat kalau dalam masalah ini  yang disalahkan adalah filsafatnya, apalagi kalau membuat statement bahwa filsafat adalah biang kerok dari pemikiran liberal, hingga tak jarang saya dengar ketika orang menyebut filsafat yang terbenak dalam dirinya adalah kengerian.

Perlu kita ketahui bahwa filsafat hanyalah sebuah ilmu, Islam tidak mengharamkan kita untuk mempelajari filsafat. Filsafat hanyalah sebuah metode berpikir, filsafat adalah salah satu cara untuk memahami hakikat segala sesuatu. Dan yang maraknya  pemikiran liberal di seluruh perguruan tinggi adalah bukan salah filsafat sepenuhnya tapi juga salah dari setiap individu yang mempelajari filsafat. Dalam mempelajari filsafat seharusnya dibarengi dengan keimanan dan akidah yang kuat, juga tidak belajar Islam dengan orang barat (kafir). Sekarang banyak sarjana Islam belajar tentang Islam ke barat (kafir). Sangat disayangkan mengapa harus belajar Islam sama orang kafir, seharusnya kitalah yang mengajarkan mereka!

Dan perlu diketahui bahwa pengiriman para sarjana Islam untuk belajar Islam adalah sebuah agenda kristenisasi global, yakni ingin menghancurkan Islam dari dalam, pengaburan akidah umat Islam dengan  liberalisasi, pluralisme, serta isu-isu kesetaraan gender yang sedang nge-trend saat ini. Apakah mereka tidak tahu kalau kesetaraan gender yang mereka usung adalah kesetaraan gender ala barat? Waallahu a’lam.

Pengalaman saya ketika masuk ruang kuliah, ada seorang dosen dalam pengantar kuliahnya mengatakan bahwa untuk mempelajari filsafat harus kita tanggalkan dulu kepercayaan kita terhadap agama. Kita harus bebas dari segala pemikiran yang dogmatif, dengan kata lain yang lebih ekstrim adalah “gantunglah Tuhanmu di belakang pintu”. Di sana seakan pikiran kita berada di dalam mesin cuci, kemudian  otak kita akan dicuci bersih dan dihancurkannya pondasi-pondasi kepercayaan kita yang sudah kita yakini dari dulu.

Saya hanya bisa berdoa dan mohon kepada sang menciptakan akal untuk selalu memberikan saya pencerahan dan hidayah-Nya agar terhindar dari pemikiran-pemikiran yang bisa keluar dari ajaran agama Islam yang benar sebagaimana Rasulullah wariskan kepada umatnya. Terakhir yang ingin saya katakan bahwa belajar filsafat itu tidak mudah, akan tetapi menjadi salah satu golongan manusia yang masuk surga itu jauh amat sukar. Semoga Allah selalu memberikan kita semua, khususnya muslimin kekuatan dan tidak lantas mempelajari filsafat yang sesat. Allahuma sahhil ‘umurana. Amin.

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

 

A.    Pengantar

Mengapa manusia berfilsafat? Kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat.

Plato (filsuf Yunani, guru dari Aristoteles) menyatakan bahwa: “Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki dan dari penyelidikan ini berasal dari filsafat.

Berbeda dengan Plato, Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain. Menurut mereka: “Berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan? Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.”

Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada dirinya. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.

 

B.     Persoalan Filsafat

Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu: ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.

1.      Tentang “Ada”

Persoalan tentang ada (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi (perkembangan alam semesta) dan antropologi (perkembangan sosial budaya manusia). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.

2.      Tentang “Pengetahuan” (knowledge)

Persoalan tentang pengetahuan (knowledge) menghasilkan cabang filsafat epistemologi (filsafat pengetahuan). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logis. Episteme berarti pengetahuan dan logis berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.

3.      Tentang “Metode” (method)

Persoalan tentang metode (method) menghasilkan cabang filsafat metodologi atau kajian/ telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.

4.      Tentang “Penyimpulan”

Logika (logis) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: “Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan”.

5.      Tentang ”Moralitas” (morality)

Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika (ethics). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.

6.      Tentang ”Keindahan”

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.

C.    Ciri dan Permasalahan Filsafat

Filsafat tidak menyangkut fakta. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan bukan merupakan pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat faktual. Filsafat juga menyangkut keputusan-keputusan tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau persoalan filsafat merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keputusan tentang nilai-nilai.

Pertanyaan filsafat bersifat kritis. Salah satu tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan maknanya dan menentukan batas-batas aplikasinya.

Pertanyaan kefilsafatan bersifat spekulatif. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan melampaui batas-batas pengetahuan yang telah mapan.

Pertanyaan kefilsafatan bersifat sinoptik atau holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti filsafat memandang suatu masalah secara integral.

D.    Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan

Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997) dinyatakan bahwa karakteristik Berpikir Filsafat, yaitu :

  1. Menyeluruh/ Universal: Melihat konteks keilmuan tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri,
  2. Mendasar: Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri,
  3. Spekulatif: Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat menangguk pengetahuan secara keseluruhan,
  4. Radikal: berpikir sampai ke akar-akarnya
  5. Konseptual: memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas,
  6. Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika,
  7. Bertanggung Jawab: hasil pengkajian dapat dipertanggungjawabkan sebagai satu bidang kajian ilmiah.

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Ki Hajar Dewantara

Posted: May 21, 2012 in Biografi

Biodata

Nama               : Ki Hajar Dewantara

Nama Asli       : Raden Mas Soewardi Soeryaningrat

Lahir                : Yogyakarta, 2 Mei 1889

Wafat               : Yogyakarta, 28 April 1959

Pendidikan

  1. Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda),
  2. STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
  3. Europeesche Akte, Belanda Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.

Karir

  1. Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara,
  2. Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922,
  3. Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Organisasi

  1. Boedi Oetomo 1908,
  2. Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912.

Penghargaan

  1. Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional,
  2. Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, dilahirkan pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express dan Utusan Hindia. Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembacanya. Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Budi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda. Perkenalannya dengan Dr. Danudirdja Setyabudhi (F.F.E Douwes Dekker), dr. Cipto Mangunkusumo dan Abdul Muis melahirkan gagasan baru untuk mendirikan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia, yakni Indische Partij. Partai yang berdiri pada tahun 1912 ini memiliki keyakinan bahwa nasib masa depan penduduk Indonesia terletak di tangan mereka sendiri, karena itu kolonialisme harus dihapuskan. Namun sayang, status badan hukumnya ditolak oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Mereka bertiga kemudian membentuk Komite Bumiputera, sebuah organisasi tandingan dari komite yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Bersamaan dengan itu, RM Suwardi kemudian membuat sebuah tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang menyindir ketumpulan perasaan Belanda ketika menyuruh rakyat Indonesia untuk ikut merayakan pembebasan Belanda dari kekuasaan Perancis. Tulisan yang dimuat dalam koran de Express milik Dr. Douwes Dekker ini dianggap menghina oleh Pemerintah Belanda sehingga keluar keputusan hukuman bagi beliau untuk diasingkan ke Pulau Bangka. Usaha pembelaan yang dilakukan Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo tidak membawa hasil, bahkan mereka berdua terkena hukuman pengasingan juga. Karena menganggap pengasingan di pulau terpencil tidak membawa manfaat banyak, mereka bertiga meminta kepada Pemerintah Belanda untuk diasingkan ke negeri Belanda. Pada masa inilah kemudian RM Suwardi banyak mendalami masalah pendidikan dan pengajaran di Belanda hingga mendapat sertifikasi di bidang ini.

Setelah pulang dari pengasingan, RM Suwardi bersama rekan-rekan seperjuangan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan itu bercorak nasional dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik. Pernyataan asas dari Taman Siswa berisi 7 pasal yang memperlihatkan bagaimana pendidikan itu diberikan, yaitu untuk menyiapkan rasa kebebasan dan tanggung jawab, agar anak-anak berkembang merdeka dan menjadi serasi, terikat erat kepada milik budaya sendiri sehingga terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan tekanan dalam hubungan kolonial, seperti rasa rendah diri, ketakutan, keseganan dan peniruan yang membuta. Selain itu anak-anak dididik menjadi putra tanah air yang setia dan bersemangat, untuk menanamkan rasa pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam pendidikan ini nilai rohani lebih tinggi dari nilai jasmani. Pada tahun 1930 asas-asas ini dijadikan konsepsi aliran budaya, terutama berhubungan dengan polemik budaya dengan Pujangga Baru. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Taman Siswa, RM Suwardi juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah Belanda merintangi perjuangannya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi beliau dengan gigih memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu dapat dicabut. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suyaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara, dan semenjak saat itu beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatannya di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemerdekaan, Ki Hajar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1957, Ki Hajar menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Beliau meninggal dunia pada 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Guna menghormati nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan nasional, Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959 menetapkan beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dan tanggal kelahirannya kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Pihak penerus Perguruan Taman Siswa, sebagai usaha untuk melestarikan warisan pemikiran beliau, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hajar sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hajar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Ki Hajar Dewantara memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia.

Pandangan Umum dan Pendapat Penulis

Ki Hajar Dewantara adalah putra bangsa yang patut kita banggakan keberadaannya .Ia adalah tokoh dan sekaligus sebagai “Bapak Pendidikan Nasional”. Konsep-konsep dan upaya-upaya pendidikannya telah menjadi dasar bagi perkembangan proses pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Perjuangannya dalam bidang pendidikan menjadi tonggak sejarah kebangkitan pendidikan di Indonesia. Pemikiran-pemikirannya yang brilian dan tekadnya yang kuat untuk memperbaiki nasib bangsa, tercermin dari tulisan-tulisannya yang sangat komunikatif, tajam, dan patriot sehingga membangkitkan semangat anti kolonial bagi pembaca- pembacanya pada zaman penjajahan kolonial Belanda. Selain sebagai wartawan muda beliau juga aktif  dalam organisasi sosial dan politik.

Perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan bukannya tanpa alasan, hal in dikarenakan sifat diskriminatif pemerintah Belanda terhadap hak dan pelaksanaan pendidikan bagi bangsa Indonesia. Beliau juga beranggapan bahwa keadaan semacam ini tidak akan lenyap jika dilawan hanya dengan pergerakan politik saja. Tetapi juga harus menyebarkan benih pentingnya hidup merdeka dengan jalan pengajaran yang disertai pendidikan nasional. Hak inilah yang membuatnya meninggalkan jalur politik praktis dan berjuang dijalan pendidikan.

Ki Hajar Dewantara adalah sosok tokoh pendidikan yang berwawasan- nasional. Dengan berbekal pendidikan ketimuran yang dilengkapi dengan pendidikan barat, ia menjadikan dirinya pakar pendidikan yang berpandangan modern dan berwawasan sangat luas pada masanya. Meskipun ia banyak belajar dari filsuf Froebel dan Montessori sewaktu di Belanda, paham ketimurannya tetap melekat dan tak pernah luntur. Sikap nasionalismenya yang sangat kokoh tidak membuat ia hanyut dalam budaya barat. Sebaliknya, ia bahkan berupaya memadukan nilai- nilai modernisasi pendidikan yang dibawanya dari eropa dengan nilai– nilai luhur yang ada di tanah air. Gagasan-gagasan beliau yang  terkenal yaitu sistem “among” atau “Among Methode” yaitu anak mempunyai kodrat alamnya sendiri,kita sebagai pendidik hanya menuntun agar kodrat-kodrat bawaan anak itu  tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.

Adapun kewajiban  seorang guru adalah:

  1. Guru harus dapat digugu dan ditiru,
  2. Ing ngarso sung tolodo (di depan menjadi teladan),
  3. Ing madya mangun karso (di tengah-tengah membangkitkan hasrat atau kehendak),
  4. Tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan).

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Pendidik dan pengajar sepertinya merupakan dua kata yang memiliki makna sama. Kalau sepintas memang mirip, padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang membawa efek yang luar biasa besar. Penasaran?! Mari kita simak bersama penjelasannya.

Pengajar berasal dari kata dasar ajar, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya petunjuk kepada orang supaya diketahui (dituruti). Dari sini dapat dipahami bahwa ajar; mengajar adalah suatu tindakan untuk membuat orang lain mengerti, atau paham akan sesuatu. Nah, jadi kalau Anda menjadi seorang pengajar, berarti Anda wajib membuat orang lain mengerti akan hal yang Anda jelaskan pada mereka. Kalau belum, berarti Anda belum berhasil sebagai seorang pengajar.

Sedangkan pendidik berasal dari kata dasar didik, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Arti lain dari kata pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat kita tarik benang merah bahwa didik/ mendidik/ pendidikan adalah hal yang terkait dengan akhlak atau budi pekerti, bukan hanya melulu mengenai sebuah materi pelajaran.

Nah, setelah mengetahui arti dan makna dari dua kata di atas, sekarang kita lihat arti kata Guru yang dalam Bahasa Jawa, guru adalah akronim dari kata digugu dan ditiru. Digugu artinya menjadi tempat menimba ilmu atau tempat bertanya, sedangkan ditiru artinya diikuti seluruh tindak tanduknya. Ada pepatah kuno yang mengatakan bahwa kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Hal ini mengandung makna bahwa setelah seorang murid menduplikasi dari gurunya, maka dia akan senantiasa memodifikasi, sehingga dia akan memiliki lebih dari gurunya. Tapi ingat, bagi kita para pelajar/ murid/ siswa/ peserta didik, tirulah apa yang masih dalam ruang lingkup positif. Hindari hal-hal yang bersifat negatif dan jangan pernah menirunya!

Pengertian guru dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Menurut pengertian di atas, tugas utama seorang guru adalah mengajar, yaitu membuat orang lain memahami sesuatu yang belum dipahami sebelumnya. Pernahkah Anda berpikir, betapa besar jasa guru kita semasa kelas 1 SD yang begitu telaten mengajari kita yang semula buta huruf hingga akhirnya bisa membaca dan menulis? Yang semula tidak mengenal angka dan tidak bisa berhitung menjadi bisa?

Ya, sungguh besar tanggung jawab yang dipikul oleh seorang guru. Selain sebagai pengajar, sudah seharusnya dia juga menjadi seorang pendidik, yang artinya menanamkan nilai-nilai budi pekerti dan akhlak yang baik. Jadi, menjadi guru tidak saja bertanggung jawab terhadap permasalahan akademis, namun juga bertanggung jawab terhadap perkembangan psikologis dan kepribadian seorang anak didiknya.

Sungguh indah apabila semua (atau sebagian besar) guru di Indonesia memiliki kedua hal tersebut. Ditambah lagi mampu memberikan motivasi kepada peserta didiknya, sehingga lebih percaya diri dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat ini. Saya mengambil sosok pahlawan nasional yang mendekati ideal adalah seorang Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah pendiri Taman Siswa dan dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan. Selain mengajarkan ilmu yang beliau kuasai, beliau juga kerap memberikan motivasi serta inspirasi kepada kita supaya lebih maju, lebih menghargai jasa-jasa para pahlawan, lebih dapat mengoptimalkan fasilitas internet dengan hal-hal yang positif. Karena sesungguhnya potensi yang dimiliki seorang manusia itu sungguh besar asal dia tahu cara menggunakannya.

Jadi, buat para pengajar dan pendidik serta calon pengajar dan pendidik, sekarang sudah bukan zamannya lagi Anda membaca buku dan mendiktekannya di depan kelas. Bukan zamannya lagi memberikan punishment yang membuat peserta didik traumatis. Zaman sudah berubah, zaman semakin maju dengan teknologi yang semakin berkembang setiap detiknya. Di samping perkembangan teknologi yang sudah sedemikian pesat, para peserta didik ini juga perlu diberikan sesuatu yang dapat membuat mereka tetap dalam koridor akhlak yang baik, dan tidak terjerumus kepada hal-hal yang menyesatkan. Selain itu mereka juga harus bisa survive di dalam persaingan global yang semakin gila ini. Karena itu bekalilah diri Anda sebaik-baiknya, kuasailah standarisasi teknologi (minimal dapat mengoperasikan program Microsfot Office), karena kita semua tidak tahu perubahan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Hal ini bukan hanya buat para guru ataupun calon guru. Tapi juga kepada kita semua. Karena baik disengaja ataupun tidak, pada suatu saat kita juga bisa menjadi guru bagi orang lain, minimal bagi buah hati kita. Pesan saya, jadilah guru yang lengkap yaitu sebagai pengajar sekaligus pendidik.

Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan bangsa, khususnya generasi berikutnya yang akan serta-merta menggantikan kita di kemudian hari. Sampaikanlah ilmu meski hanya satu ayat, setelah kita membekali diri kita dengan moral agama dan Pancasila, maka selanjutnya kita bekali para penerus bangsa. Kalau bukan kita, siapa lagi?!

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Pengajaran dan pendidikan atau dalam bahasa Arabnya adalah ta’alim dan tarbiah, dua perkara penting di dalam membina manusia. Pengajaran dan pendidikan adalah dua aktivitas/ kegiatan yang berbeda, akan tetapi tidak sedikit orang yang tidak paham tentang kedua perkara ini.

Pengajaran khusus ditujukan pada akal. Oleh karena itu mudah dan straight forward. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang tidak saja melibatkan perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu karena sesungguhnya yang dididik adalah hati dan nafsu. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah. Kedua perkara ini harus kita fahami benar dalam membina insan. Keduanya diperlukan dalam pembinaan pribadi agar pandai berbakti pada Tuhan dan pada sesama manusia.

Pengajaran adalah proses belajar atau proses menuntut ilmu. Ada dosen, guru, ustadz yang mengajar atau menyampaikan ilmu kepada murid yang belajar. Hasilnya murid menjadi pandai, dan berilmu pengetahuan (‘alim). Pendidikan adalah proses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Di dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk difahami dan di hayati hingga tertanam dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut tentang akhlak.

Pendidikan antara lain adalah memperkenalkan Tuhan kepada manusia. Membersihkan hati insan dari sifat-sifat keji (mazmumah) dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji (mahmudah). Pendidikan juga adalah mengembalikan hati nurani manusia kepada keadaan fitrah yang suci dan bersih. Nafsu perlu dikendalikan supaya tidak cenderung kepada kejahatan dan maksiat tetapi cenderung kepada kebaikan dan ibadah.

Namun, kita tidak bisa mendidik saja tanpa memberi ilmu, dan begitu juga sebaliknya, kita tidak bisa memberi ilmu saja tanpa mendidik. Pengajaran tanpa pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang pandai tetapi rusak akhlaknya atau jahat. Masyarakat akan maju di berbagai bidang dan kemewahan timbul dimana-mana tetapi akan timbul hasad dengki dimana-mana karena jiwa tiap insannya tidak hidup. Manusia menjadi individual, tidak berkasih sayang, dan kemanusiaan musnah. Manusia berubah identitas. Fisiknya saja manusia tetapi perangainya seperti setan dan hewan.

Sebaliknya mendidik saja tanpa memberi ilmu akan menghasilkan individu yang baik tetapi tidak berguna di tengah masyarakat. Mendidik tanpa ilmu menyebabkan insan mempunyai jiwa yang hidup tetapi tidak ada ilmu untuk dijadikan panduan.

Tetapi perlu dipahami bahwa tidak semua orang mampu mendidik. Ada orang yang berilmu banyak tetapi tidak mampu mendidik tetapi ada juga orang yang berilmu sedikit tetapi dapat mendidik. Karena peranan pengajaran ilmu hanya sedikit saja sedangkan selebihnya adalah peranan pendidikan.

Manusia menjadi jahat bukan karena tidak tahu ilmu. Jumlah orang bodoh yang jahat hampir sama dengan jumlah orang pandai yang jahat juga. Bahkan orang pandai yang jahat lebih jahat dari pada orang bodoh yang jahat, karena orang yang pandai menggunakan kelebihan akal atau ilmunya untuk kejahatan. Manusia menjadi jahat adalah karena proses pendidikannya tidak tepat sehingga jiwanya tidak hidup.

Dalam mencari ilmu, seseorang bisa belajar dari beberapa guru karena hanya ilmu yang kita pelajari. Tetapi, dalam mendidik atau mencari pendidik, tidak bisa ada lebih dari seorang pendidik. Pendidik yang sesungguhnya adalah pemimpin, model, sekaligus contoh untuk diikuti. Kalau ada banyak pendidik maka ibarat seperti masakan yang dimasak oleh beberapa koki. Dia akan jadi rusak. “Too many cooks spoil the brook”.

Kemudian dilihat dari segi ilmunya, tidak semua ilmu mempunyai nilai pendidikan. Ilmu agama khususnya ilmu fardlu ‘ain seperti ilmu mengenal Tuhan memang untuk mendidik. Sedangkan kebanyakan ilmu akademik seperti matematika, perdagangan, sejarah, ilmu alam dan lain-lain tidak dapat untuk mendidik dan sekedar untuk mengajar saja. Meskipun begitu, jika proses pendidikan berjalan dengan benar sehingga jiwa Tauhid hadir pada diri seseorang maka ilmu-ilmu akademik akan menambah keyakinannya dan akan menjadikannya semakin melihat betapa berkuasa dan Maha Hebatnya Tuhan.. Sebaliknya, bagi pelajar-pelajar yang kosong jiwanya dari mengenal Tuhan, ilmu-ilmu tersebut hanya akan melalaikan mereka karena mereka tidak mampu mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan Tuhan.

Dalam suatu proses membangun dan membina manusia, pengajaran dan pendidikan adalah perkara wajib. Namun pendidikanlah yang lebih diutamakan karena jika pendidikan tidak diutamakan maka akan terbangun masyarakat yang rusak dan merusakkan. Manusia akan menjadi musuh kepada manusia yang lain dan kepada Tuhannya. Didiklah manusia lebih dahulu sebelum mengajar mereka hingga pandai. Jadikan mereka berakhlak sebelum menjadikan mereka berilmu. Kenalkan Tuhan lebih dahulu sebelum mengenalkan alam semesta beserta ciptaan-Nya yang lain. Jadikan mereka sebagai hamba-hamba Allah SWT lebih dahulu sebelum menjadikan mereka sebagai khalifah-Nya.

 

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Pendidikan merupakan upaya untuk memanusiakan manusia. Manusia adalah makhluk tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk lain. Hal ini dikarenakan Allah telah menganugerahkan kemampuan berbahasa dan akal pikiran atau rasio. Namun ada yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling unik. Dengan alasan dalam beberapa waktu saja manusia itu sudah membelotkan perkataannya.

Pendidikan merupakan usaha dengan sengaja dari orang dewasa memberikan bimbingan kepada anak murid (peserta didik), dengan tujuan untuk membina mental dan spiritual hingga tercapainya istilah insan kamil. Dalam proses pendidikan guru dan siswa merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

Seorang guru merupakan subjek dalam proses belajar mengajar. Sedangkan siswa menurut Djakiyah Drajat mengatakan bahwa siswa merupakan subjek dan objek. Dikatakan sebagai subjek karena siswalah menentukan arah pendidikannya. Dikatakan objek karena siswa menerima transfer ilmu dari guru.

Dalam pendidikan, juga kita mendengar istilah belajar dan pembelajaran. Tentu kita bertanya-tanya dalam hati, apakah istilah belajar dan pembelajaran itu sama? Tentulah berbeda.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.

Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan atau keadaan sementara. (Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1).

Sedangkan pembelajaran/ instruksional adalah usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung pembelajaran itu nantinya.

 

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

Bagaimana seorang suami bisa begitu teganya memiliki WIL? Pastilah banyak faktornya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Akan tetapi pada kesempatan kali ini TRE tidak akan membahas tentang faktor-faktor tersebut. Kali ini mari kita sejenak beranalogi dengan sederhana cara membedakan istri dan WIL, kita analogikan Istri = Televisi (TV) dan WIL = Handphone (HP).

 

Analoginya sebagai berikut:

  1. Di dalam rumah menonton TV. Kalau keluar rumah bawa HP.
  2. Jika tidak ada uang, maka menonton TV saja. Tapi jika banyak uang, maka cari HP baru.
  3. TV tidak membutuhkan pengeluaran, tinggal colok kontak langsung menyala. Tapi HP kalau tidak diisi pulsa ya tidak bisa dipakai komunikasi,
  4. TV produk lama pada umumnya berbentuk besar, gendut dan sudah tua. TV produk baru pada umumnya berbentuk ramping, bahkan kurus tidak berisi. Tapi HP produk lama walaupun besar tapi memiliki antena yang multifungsi. HP produk baru pada umumnya mungil, walaupun sedikit lebar tetap bisa dibawa ke mana-mana (praktis).
  5. Biaya operasional TV murah dan terjangkau, jarang rusak selain antenanya tersambar petir. Tapi HP aksesoris dan perawatannya mahal, sensitif dan mudah rusak.
  6. TV tidak bisa disembunyikan. Tapi HP bisa dengan mudah disembunyikan.
  7. TV biasanya menayangkan acara yang membosankan. Tapi HP membawa kesenangan, terlebih smartphone.
  8. Menonton TV biasanya dari satu sisi, kalau tidak duduk ya tiduran. Tapi kalau HP bisa dibolak-balik sampai 360 derajat, bisa segala posisi.
  9. Dan yang paling penting dan harus diperhatikan adalah; jangan sekali-kali meletakkan (mempertemukan) HP di dekat TV, apalagi membuat keduanya berinteraksi karena ada gelombang elektromagnetiknya. Hal itu sangat merugikan, nanti TV dan atau HP, bahkan pemiliknya bisa rusak. Itu gawat…!!!

 

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***

 

Pada era otonomi pendidikan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang amat besar bagi penentuan kualitas guru yang diperlukan di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu di masa yang akan datang, daerah benar-benar harus memiliki pola rekrutmen dan pola pembinaan karier guru agar tercipta profesionalisme pendidikan di daerah. Dengan pola rekrutmen dan pembinaan karier guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional, efektif dan efisien. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar mengajar di sekolah itu sendiri.

Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan berjudul: “Behind the Classroom Doors” yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nach (needs for achievement) atau motivasi berprestasi, jika kita meminjam terminologi dari teorinya McCleland. Di dalam kelas itu seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabnya tidak sekedar terkait dengan fakta, ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif – hipotetik dan sintetik (thought provoking questions).

Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu, bagi seorang guru juga tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa di kelas. Bahkan dia juga bisa berkembang ke arah proses pembelajaran yang secara tidak sadar mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, mengabaikan aspek afektif, dan dengan demikian dapat dimasukkan ke dalam kategori banking concept of education-nya Paulo Friere, atau learning to have-nya Eric From. Pendek kata, untuk melindungi kepentingan siswa, dan juga untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam jangka panjang di masa depan, guru memang harus profesional dan efektif di kelasnya masing-masing ketika ia harus melakukan proses belajar mengajar.

Dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John Goodlad tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu. Jika kita mengikuti pendapat Houle, ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN-pen.); (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah dapat menerjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar profesionalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada sistem pembinaan karier yang baik, tersistematis dan berkelanjutan.

Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari:

Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi (1) memiliki keterampilan interpersonal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfer untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; (8) mampu meminimalkan friksi-friksi di kelas jika ada.

Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.

Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respons siswa; (2) mampu memberikan respons yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.

Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari: (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pengajaran yang relevan.

 

Tamasya Musafir Kata

Salam SGB dan tengat berkarya

Semoga damai bersama, berkenan, bermanfaat dan menginspirasi

Amin

***